Rabu, 16 Oktober 2013

Pesan Nabi Muhamamad SAW sebelum wafat

0 komentar
PESAN RASULULLAH SAW SEBELUM WAFAT Allah SWT telah berfirman : “Sesungguhnya aku telah melarang semua para Nabi masuk ke dalam surga sebelum engkau (Muhammad SAW) masuk terlebih dahulu, dan aku juga melarang semua umat memasuki surga sebelum umatmu memasuki terlebih dahulu.” Merinding kita mengikuti firman Allah di atas. Sekaligus bersyukur dan bangga telah menjadi pengikut Nabi Muhammad. Betapa mulianya seorang Nabi yang selama ini kita selalu mengagungkan Beliau, Rasulullah SAW. Betapa mulianya akhlak Kekasih Allah itu, Muhammad Rasulullah SAW. Betapa “luar biasanya” Nabi Muhammad SAW di kalangan malaikat, sahabat bahkan semua makhluk ciptaan Allah SAW. Terutama saat beliau akan meninggal. Kisah Tangisan Abu Bakar dan Hari Wafatnya Rasulullah. Betapa mulia dan agungnya Beliau. Bahkan malaikat Izrail pun mesti bertanya dulu, apakah ia boleh masuk rumah Rasul, tatkala Izrail diperintahkan Allah mencabut nyawa Rasulullah. Kita beruntung dan bersyukur tiada tara (sambil berlinang air mata) menjadi salah satu pengikut Rasulullah. Moga makin bertambah cinta kita pada Rasulullah tiada putus-putusnya, hingga akhir hayat kita. Allah SWT berfirman : “…Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah engkau takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk engkau agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al-Maidah 5:3) Diriwayatkan bahwa surat Al-Maidah ayat 3 di atas, turun setelah waktu Ashar berselang, tepatnya pada hari Jumat di Padang Arafah saat musim haji penghabisan (haji wada). Ketika itu Rasulullah SAW sedang berada di atas onta Padang Arafah. Ketika ayat tersebut turun, Rasulullah kurang begitu mengerti apa isyarat yang berhubungan dengan turunnya ayat tersebut. Lalu, Beliau bersandar pada ontanya, kemudian onta Beliau pun duduk secara perlahan-lahan. Setelah itu turunlah Malaikat Jibril dan berkata : “Wahai Muhammad, sesungguhnya pada hari ini telah disempurnakan urusan agamamu, maka terputuslah apa yang diperintahkan oleh Allah SWT dan demikian juga larangan-larangan-Nya. Oleh karena itu, kumpulkanlah para sahabatmu dan beritahu mereka, hari ini adalah terakhir aku bertemu denganmu.” Kemudian Malaikat Jibril pergi, Rasulullah SAW pun berangkat ke Mekah dan terus melanjutkan perjalanan ke Madinah. Rasulullah mengumpulkan para sahabat dan menceritakan apa yang telah dikabarkan Malaikat Jibril kepada dirinya. Mendengar hal ini, para sahabat pun gembira sambil berkata : “Agama kita telah sempurna . Agama kita telah sempurna.” Tetapi berbeda dengan Abu Bakar Ash-Shidiq, mendengar keterangan Rasulullah itu, ia tidak kuasa menahan kesedihannya dan langsung pulang ke rumah. Lalu mengunci pintu rapat-rapat dan menangis sekuat-kuatnya. Abu Bakar menangis dari pagi hingga malam. — di Jabal Rahmah , Arafah. Alam Semesta Ikut Menangis Kisah tentang Abu Bakar menangis itu kemudian sampai kepada para sahabat yang lain. Lalu berkumpullah para sahabat di hadapan rumah Abu Bakar, dan mereka berkata: “Wahai Abu Bakar, apakah yang telah membuat engkau menangis seperti ini? Bukankah, seharusnya engkau gembira sebab agama kita telah sempurna.” Mendengar pertanyaan dari para sahabat tersebut, Abu Bakar pun berkata : “Wahai para sahabatku, kalian tidak tahu tentang musibah yang akan menimpa kita. Tidakkah engkau tahu, saat suatu perkara itu sempurna, akan terlihat kekurangannya. Karena itu dengan turunnya ayat tersebut suatu pertanda telah datang waktu yang sangat menyedihkan, yaitu sebentar lagi kita akan berpisah dengan Rasulullah SAW. Fatimah menjadi yatim dan para isteri Nabi menjadi janda.” Setelah mereka mendengar penjelasan Abu Bakar, sadarlah mereka akan kebenaran kata-kata Abu Bakar. Mereka pun menangis dengan sekencang-kencangnya. Tangisan mereka itu kemudian didengar oleh sahabat-sahabat lainnya, lantas mereka pun memberitahu Rasullah tentang apa yang terjadi. Berkatalah salah seorang dari sahabat : “Ya, Rasulullah, kami baru pulang dari rumah Abu Bakar dan kami melihat banyak orang sedang menangis dengan suara kuat di rumah beliau.” Ketika Rasulullah SAW mendengar keterangan dari para sahabat itu, berubahlah air muka Beliau dan bergegas menuju ke rumah Abu Bakar. Setelah sampai di rumah Abu Bakar, Beliau melihat semua menangis dan Beliau pun bertanya : “Wahai para sahabatku, kenapa kalian menangis?” Ali bin Abi Thalib berkata : “Ya, Rasulullah, Abu Bakar mengatakan bahwa dengan turunnya ayat ini membawa tanda bahwa waktu wafatmu telah dekat. Adakah ini benar ya Rasulullah?” Lalu Rasulullah berkata : “Semua yang dikatakan Abu Bakar adalah benar dan sesungguhnya waktuku untuk meninggalkan kalian semua sudah dekat.” Setelah Abu Bakar mendengar pengakuan Rasulullah SAW, ia justru menangis sekuat tenaga, sampai ia jatuh pingsan. Sementara Ali bergetar kemudian terkapar tubuhnya. Para sahabat lain pun menangis dengan sekuat-kuat yang mereka mampu. Sehingga gunung-gunung, batu-batu, semua malaikat yang di langit, cacing-cacing yang menggeliat di bumi dan semua binatang, baik yang di darat maupun di laut turut menangis. Kemudian Rasulullah bersalaman dengan para sahabat satu persatu dan berwasiat kepada mereka. Jangka waktu Rasulullah SAW hidup setelah turunnya ayat (QS.5 Al Maidah ayat : 3) tersebut, ada yang mengatakan 81 hari, ada yang mengatakan Beliau hidup 50 hari, ada yang mengatakan hidup selama 35 hari dan ada pula yang mengatakan bahwa beliau hidup 21 hari. Pada saat ajal Rasulullah SAW sudah dekat, Beliau menyuruh Bilal adzan untuk mengerjakan salat. Lalu berkumpullah para Muhajirin dan Anshar di Masjid Rasulullah. Kemudian Beliau menunaikan salat dua rakaat bersama semua yang hadir. Setelah selesai salat, Beliau bangkit lalu naik ke atas mimbar, seraya berkata : “Alhamdulillah, wahai para muslimin, sesungguhnya saya adalah seorang nabi yang diutus dan mengajak manusia kepada jalan Allah dengan izin-Nya. Saya ini adalah saudara kandung kalian, kasih sayangku pada kalian seperti seorang ayah pada anaknya. Oleh karena itu kalau ada siapapun di antara kalian yang mempunyai hak untuk menuntut, maka hendaklah ia berdiri dan membalasku, sebelum saya dituntut di hari kiamat.” Rasulullah berkata demikian sebanyak 3 kali, kemudian bangkitlah seorang lelaki bernama ‘Ukasyah bin Muhshan dan berkata : “Demi ayahku dan ibuku ya, Rasulullah SAW, kalau anda tidak mengumumkan kepada kami berkali-kali soal ini, sudah tentu saya tidak mau mengemukakan hal ini.” Lalu ‘Ukasyah berkata lagi : “Sesungguhnya dalam Perang Badar saya turut bersamamu ya Rasulullah, pada saat itu saya mengikuti onta Anda dari belakang. Setelah dekat, saya pun turun menghampiri Anda dengan tujuan supaya saya dapat mencium paha Anda. Tetapi Anda telah mengambil tongkat dan memukul onta Anda untuk berjalan cepat. Pada saat itu saya pun Anda pukul dan pukulan itu mengenai tulang rusuk saya. Oleh karena itu saya ingin tahu, apakah Anda sengaja memukul saya atau hendak memukul onta tersebut.” Rasulullah berkata : “Wahai ‘Ukasyah, saya sengaja memukul engkau.” Kemudian Rasulullah SAW berkata kepada Bilal: “Wahai Bilal, pergilah engkau ke rumah Fatimah dan ambilkan tongkatku.” Saat keluar dari masjid menuju rumah Fatimah, ia meletakkan tangannya di atas kepala seraya berkata : “Rasulullah SAW telah mempersiapkan dirinya untuk dibalas (di qishash).” Ketika Bilal sampai di rumah Fatimah, Bilal memberi salam dan mengetuk pintu. Kemudian Fatimah menyahut dengan berkata : “Siapakah yang ada di pintu?” Bilal menjawab : “Saya Bilal, saya telah diperintah Rasulullah untuk mengambil tongkat Beliau.” Kemudian Fatimah berkata : “Wahai Bilal untuk apa ayahku minta tongkatnya.” Berkata Bilal : “Wahai Fatimah Rasulullah telah menyiapkan dirinya untuk di qishash.” Fatimah berkata lagi : “Wahai Bilal siapakah manusia yang sampai hati mengqishash Rasulullah SAW?” Pembelaan Para Sahabat Setelah Rasulullah SAW menerima tongkat tersebut dari Bilal, beliau pun menyerahkan pada ‘Ukasyah. Melihat kejadian mengharukan ini, Abu Bakar dan Umar bin Khattab tampil ke hadapan sambil berkata : “ ‘Ukasyah janganlah engkau qishash Baginda Nabi, tetapi engkau qishashlah kami berdua.” Ketika Rasulullah SAW mendengar kata-kata Abu Bakar dan Umar, dengan segera Beliau berkata : “Wahai Abu Bakar, Umar, duduklah engkau berdua, sesungguhnya Allah SWT telah menetapkan tempatnya untuk engkau berdua.” Kemudian Ali berdiri, lalu berkata : “Wahai ‘Ukasyah! Aku adalah orang yang senantiasa berada di samping Rasulullah SAW, oleh karena itu, engkau pukullah aku dan janganlah engkau mengqishash Rasulullah.” Lalu Rasulullah SAW berkata : “Wahai Ali, duduklah engkau, sesungguhnya Allah SWT telah menetapkan tempatmu dan mengetahui isi hatimu.” Setelah itu Hasan dan Husein berdiri dan berkata : “Wahai ‘Ukasyah, bukankah engkau tahu bahwa kami ini adalah cucu Rasulullah, kalau engkau mengqishash kami sama dengan engkau mengqishash Rasulullah SAW.” Mendengar kata-kata dari cucunya, Rasulullah SAW pun berkata : “Wahai buah hatiku, duduklah engkau berdua.” Berkata Rasulullah SAW : “Wahai ‘Ukasyah pukullah saya kalau engkau hendak memukul.” Kemudian ‘Ukasyah berkata : “Ya, Rasulullah SAW, Anda telah memukul saya sewaktu saya tidak memakai baju.” Lantas, Rasulullah pun membuka baju. Setelah Beliau membuka baju, menangislah semua yang hadir. Setelah ‘Ukasyah melihat tubuh Rasulullah SAW, ia pun mencium Beliau dan berkata : “Saya tebus Anda dengan jiwa saya, ya Rasulullah SAW. Siapakah yang sanggup memukul Anda? Saya melakukan ini karena saya ingin menyentuh (memeluk) tubuh Anda yang dimuliakan oleh Allah SWT dengan badan saya. Dan semoga Allah SWT menjaga saya dari neraka atas kehormatanmu.” Kemudian Rasulullah SAW berkata : “Dengarlah engkau sekalian, sekiranya engkau hendak melihat ahli surga, inilah orangnya.” Kemudian semua para sahabat bersalam-salaman atas kegembiraan mereka terhadap peristiwa yang sangat genting itu. Setelah itu para sahabat pun berkata : “Wahai ‘Ukasyah, inilah keuntungan yang paling besar bagimu, engkau telah memperoleh derajat tinggi dan bertemankan Rasulullah SAW dalam surga.” Sebelum malaikat Izrail diperintah Allah SWT untuk mencabut nyawa Nabi Muhammad SAW, Allah SWT berpesan kepada malaikat Jibril. “Hai Jibril, jika kekasih-Ku menolaknya, laranglah Izrail melakukan tugasnya!” Sungguh berharganya manusia yang satu ini yang tidak lain adalah Nabi Muhammad SAW. Di rumah Nabi Muhammad SAW, Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. “Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk sambil berkata, “Maafkanlah, ayahku sedang demam” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian Fatimah kembali menemani Nabi Muhammad SAW yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, “Siapakah itu wahai anakku?”. “Tak tahulah ayahku, sepertinya orang baru, karena baru sekali ini aku melihatnya” tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang. “Ketahuilah wahai anakku, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut” kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakan tangisnya. Malaikat maut pun datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut bersama menyertainya. Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah SWT dan penghulu dunia ini. “Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?” Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. “Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu” kata malaikat Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan. “Engkau tidak senang mendengar khabar ini?” Tanya Jmalaikat ibril lagi. “Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?” “Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar bahwa Allah berfirman kepadaku: Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya” kata malaikat Jibril. Detik-detik semakin dekat, saatnya malaikat Izrail melakukan tugasnya. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. “Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini.” Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. “Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?” Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. “Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal” kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi. “Ya Allah, dahsyat sekali maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku” Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali mendekatkan telinganya. “Uushiikum bis-shalaati, wamaa malakat aimaanukum (peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu)”. Di luar, pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. “Ummatii, ummatii, ummatiii! (Umatku, umatku, umatku)”. Dan, berakhirlah hidup manusia yang paling mulia yang memberi sinaran itu. Allaahumma sholli ‘alaa Muhammad wa’alaihi wasahbihi wasallim. Ya Allah, Berikanlah untuk Muhammad “al wasilah” (derajat) dan keutamaan. Dan tempatkanlah ia di tempat terpuji sebagaimana yang telah Engkau janjikan”. Betapa mendalam cinta Rasulullah kepada kita ummatnya, bahkan diakhir kehidupannya hanya kita yang ada dalam fikirannya. Sakitnya sakaratul maut itu tetapi sedikit sekali kita mengingatnya bahkan untuk sekedar menyebut namanya.
dari :  http://serayutegal.blogspot.com

Setiap Makhluk Yang Bernyawa Pasti Akan Menghadapi Kematian

0 komentar
Makhluk yang bernyawa pasti akan mengalami mati. Dan tibanya kematian seseorang tidak disangka-sangka. Memang kematian merupakan ketetapan Allah yang tidak bisa ditawar lagi. Sekalipun manusia tidak mengetahui kedatangan mati, namun yang jelas semua makhluk bernyawa pasti mengalami mati. Allah berfiman yg artinya:

"Tiap-tiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati" (QS. Ali 'Imran : 185).

Semua makhluk Allah tak terkecuali akan musnah, sekalipun makhluk ghaib pada saatnya nanti. Hanya Allah yang maha kekal. Jika ajal menjemput kita, dimanapun kita berada, ia pasti datang. Kematian seseorang tidak bisa ditunda dan dimajukan sedikitpun dan memang semua itu sudah diatur sedemikian rupa oleh Allah SWT.

Kita tidak bisa lari dari kematian karena ini adalah kekuasaan Allah SWT yang menghidupkan dan mematikan seluruh makhluk-Nya.

Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu…” (QS. Al-Jumua'ah : 8).

Walaupun kita bersembunyi digedung yang tinggi lagi kokoh, bila ajal tiba, maka itu tak ada artinya, dan maut pasti menemui kita. Allah berfirman yang artinya:

"Dimana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu berada di benteng yang tinggi lagi kokoh" (QS. An Nisaa' : 78).

Ayat di atas menjelaskan bahwa di mana saja kita berada, sekalipun kita bersembunyi dalam benteng yang kokoh, kita bersembunyi di dalam peti emas, bersembunyi di tempat yang manusia tidak bisa mengetahuinya pasti kematian akan menemuinya. Maka ketika seseorang diambil nyawanya oleh Allah, maka putuslah semua amalannya kecuali tiga perkara yakni Ilmu yang bermanfaat, Do'a anak yang Shaleh dan amal jariah [HR. Muslim, Abu Dawud dan Nasa’i]. 
Oleh karena itu marilah kita fikir, kita risau bahwa kematian tidak mengenal, apakah bayi, orang tua, kaum muda, presiden, raja, Ulama dan lain-lainnya pasti akan kembali kepada Allah SWT.

Mati berarti terpisahnya antara jasad dan ruh dalam jangka waktu tertentu, karena pada saat manusia dibangkitkan dalam kuburnya maka ruh dan jasad akan menyatu kembali. Ketahuilah setelah ruh berpisah dengan jasadnya, tidak berarti persoalan yang di hadapi selesai sampai di situ, akan tetapi, jasad dalam kubur ditanya oleh makaikat Munkar dan Nangkir. Di alam kubur inilah manusia tidak lepas dari persoalan-persoalan ghoib lainya

Manusia di alam kubur sifatnya sementara, karena alam kubur adalah sebagai penantian untuk menuju akhirat. Jadi setelah di alam kubur pada saat yang telah ditentukan Allah, manusia akan dibangkitkan. Allah berfirman:

"Setelah itu kami bangkitkan kamu sesudah kamu mati" (QS. Al Baqarah : 56).
"Dan bahwasanya Allah membangkitkan semua orang di dalam kubur" (QS. Al Hajj : 7).

Setelah kita memahami firman Allah, maupun hadits Nabi Saw, maka kita haruslah menyadari betul, bahwa setiap makhluk yang bernyawa pasti mengalami mati. Dengan menyadari kejadian yang pasti menimpa seseorang, maka kita harus berusaha yang optimal untuk berlomba dalam amal kebajikan. Dan semua itu merupakan bekal untuk menghadapi kematian. Kebahagiaan yang akan dirasakan seseorang tergantung amal usaha yang baik tatkala hidup di dunia. Namun sebaliknya kehinaan serta kesengsaraan di alam kubur dan alam akhirat tergantung kejekan amal usahanya tatkala hidup di dunia. Jadi hidup di dunia inilah sebagai penentu beruntung atau celakanya seseorang di akhirat kelak. Karena dunia adalah tempat menanam untuk bekal di akhirat.

Semoga Bermanfaat. Salam Santun Silaturrohim. =)

IBADAH KORBAN MENURUT PANDANGAN ISLAM

0 komentar

SEJARAH ASAL USUL KORBAN

1. Korban Zaman Nabi Adam A.S (Rujuk Surah Al-Maidah : 27- 31)

2. Korban Zaman Nabi Nuh A.S

3. Korban Zaman Nabi Daud dan Sulaiman A.S

4. Korban Zaman Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail A.S

5. Korban Zaman Nabi Musa A.S

6. Korban Bangsa Yunani dan Rom

7. Korban Abdul Mutalib nenda Rasulullah S.A.W

PENGERTIAN KORBAN

Bahasa : Nama yang diberikan terhadap apa yang dikorbankan atau apa yang disembelih pada Hari Raya Adha.

Dinamakan juga sebagai ‘Udhiyyah’ yang berasal daripada perkataan ‘Dhuha’ iaitu waktu Dhuha, kira-kira antara jam 7.00 hingga 11 pagi, kerana korban disyariatkan oleh Allah SWT supaya dilaksanakan setelah selesai Solat Eidul Adha.

Ada juga yang mengatakan ianya berasal daripada perkataan Al-Udhiyyah dan Ad-Dhahiyyah yang dimaksudkan binatang sembelihan seperti unta, lembu, kambing yang disembelih pada hari Raya Korban dan hari-hari Tasyrik (11, 12 dan 13 Zulhijjah) dengan tujuan untuk mentaqarrubkan diri kepada Allah.

Syarak : Menyembelih haiwan yang tertentu dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah dalam waktu yang khusus (hari-hari Nahar). Ibadah ini telah disyariatkan pada Tahun Kedua Hijriyah sepertimana juga disyariatkan ibadah zakat dan Solat Dua Hari Raya (Eidul Fitri dan Eidul Adha) dan telah dipastikan syariat mengenai berdasarkan al-Quran, Sunnah dan ijma’ ulamak.

DALIL-DALIL MENGENAI KORBAN

i. DALIL AL-QURAN

Firman allah;

Maksudnya;

Sesungguhnya Kami (Allah) telah memberi engkau (ya Muhammad) akan kebajikan yang banyak. Oleh itu dirikanlah solat kerana Tuhanmu ( pada Hari Raya Haji) dan sembelihlah (binatang) korbanmu (sebagai ibadah dan mensyukuri nikmat Tuhanmu).” (Surah al-Kauthar : ayat 1-2)

Maksudnya ;

“Dan telah Kami (Allah) jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagai syiar agama Allah. Kamu banyak memperoleh kebaikan daripadanya, maka sebutlah nama Allah ketika kamu menyembelihnya.” ( Al-Haj ; 36)

ii. DALIL HADIS MENGENAI KELEBIHAN KORBAN

Banyak hadis yang membicarakan mengenai ibadah korban, antaranya hadis daripada A’isyah, Rasulullah bersabda;

Maksudnya;

“Tidak ada satu amalan anak Adam di hari-hari Nahar (Hari-hari ‘Eidul Adha) yang paling Allah sukai selain daripada menumpahkan darah (sembelih), kerana ia (binatang korban) itu akan datang di hari kiamat nanti dengan tanduk dan kukunya dan bulu-bulunya (sebagai saksi ke atas ibadah korban tuannya), dan sesungguhnya darah (binatang korban itu) akan tumpah di sisi Allah di suatu tempat sebelum tumpah ke bumi, oleh itu pilihlah olehmu binatang terbaik (paling menarik) untuk dikorbankan. ” (Hadis riwayat Hakim, Ibnu Majah dan Tirmizi dan dianggap sebagai Hadis Hasan Gharib)

Para sahabat pernah bertanya Rasulullah SAW : “Ya Rasulullah apakah yang dimaksudkan dengan Udhiyyah?”

Rasulullah Saw menjawab: “ Itulah sunnah bapamu Ibrahim.”

Para sahabat bertanya lagi : “Apakah yang kita akan perolehi daripada ibadah Udhiyyah?”

Baginda menjawab : “ Tiap helai bulu (dari binatang yang dikorbankan) kamu akan mendapat satu kebaikan.” (Hadis riwayat Ahmad dan Ibnu Majah)

“Barangsiapa yang diberikan kemudahan, sehingga memampukan dia untuk berkorban, akan tetapi dia tidak mahu berkorban, maka janganlah dia mendekati tempat solat kami (masjid) ini.” (Hadis riwayat Ahmad dan Ibnu Majah)

(Lihat nas al-Quran Surah al-Haj : 36-37)

iii. DALIL IJMA’ ULAMAK

Para ulamak Islam telah bersepakat mengenai pensyariatan korban berdasarkan ayat dan hadis Rasulullah yang menyatakan bahawa amalan korban merupakan amalan yang paling Allah sukai di Hari-Hari ‘Eidul Adha, di mana binatang yang dikorbankan akan didatangkan di Hari kiamat sepertimana keadaan dan sifatnya ketika disembelih dan diletakkan darahnya yang telah diterima di sisi Allah, sebelum darah tersebut tumpah ke bumi. Korban juga merupakan sunnah yang telah ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim AS berdasarkan firman Allah;

Maksudnya;

“ Dan Kami tebus anak itu (Ismail) dengan seekor sembelihan (kibas) yang besar.” (Surah As-Soffaat : ayat 107)

HUKUM IBADAH KORBAN

Sebahagian ulama berpendapat bahawa korban itu hukumnya wajib, manakala sebahagian yang lain menganggapnya sebagai sunnah.

Alasan yang mengatakan amalan korban itu adalah wajib berdasarkan firman Allah;

Maksudnya;

Sesungguhnya Kami (Allah) telah memberi engkau (ya Muhammad) akan kebajikan yang banyak. Oleh itu sembahyanglah engkau pada Hari Raya Haji dan sembelihlah (binatang) korbanmu.” (Surah al-Kauthar : ayat 1-2)

Sabda Rasulullah SAW;

Maksudnya;

Daripada Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW telah bersabda : “ Barangsiapa yang mempunyai kemampuan, tetapi tidak melakukan korban, maka janganlah dia menghampiri tempat solat kami.” (Hadis riwayat Ahmad dan Ibnu Majah)

Manakala mereka yang berpandangan bahawa amalan korban adalah suatu amalan sunnah adalah berpandukan hadis Nabi SAW;

Maksudnya;

“Aku diperintah untuk melakukan korban dan korban itu adalah sunnah bagi kamu.” (Hadis riwayat at-Tirmizi)

Dalam hadis yang lain Rasulullah SAW menyatakan;

Maksudnya;

“ Diwajibkan ke atasku supaya berkorban dan tidak diwajibkan ke atas kamu.” (Hadis riwayat Dar al-Qutniy)

Berdasarkan hadis di atas, ibadah atau amalan korban adalah wajib ke atas diri Rasulullah SAW, akan tetapi hanya dianggap sunnah ke atas umatnya.

Terdapat sat Athar sahabat (hadis mengenai sahabat Nabi) bahawa Abu bakar dan Umar, pernah tidak melakukan ibadah korban, sehingga apabila ditanya oleh orang ramai mengenai tindakan mereka berdua itu, maka mereka berdua menyatakan bahawa mereka bertindak demikian kerana khuatir sekiranya mereka berkorban, orang ramai akan menganggapnya sebagai satu amalan wajib, sedangkan asalnya tidak diwajibkan ke atas mereka. (Hadis riwayat Al-Baihaqiy dan lain-laiannya dengan sanad yang baik)

Menurut Prof. Dr. Yusuf al-Qaradhawi ibadah qurban ialah sunnah muakkad (sunnah yang amat dituntut) menurut kebanyakan mazhab fiqah. Dalam Mazhab Imam Abu Hanifah, amalan tersebut dianggap sebagai ibadah wajib. Wajib di sini ialah sesuatu yang lebih ringan daripada ‘fardhu’ dan lebih berta daripada sunnah. (Imam Abu Hanifah membezakan antara Fardhu dengan wajib, tidak sebagaimana imam-imam yang lain).

Hukum wajib di sini bermakna sesiapa yang meninggalkannya dianggap berdosa sekiranya mereka terdiri daripada golongan yang berkemampuan dan berkedudukan. Rasulullah pernah ditanya mengenai amalan qurban tersebut, lantas baginda menjawab;

“Itulah sunnah daripada bapa kamu, Ibrahim…” (Hadis riwayat At-Tirmizi dan Al-Hakim)

Sehubungan denga itu, ibadah korban dikira sama ada Sunnah Muakkadah atau wajib. Mazhab lain, selain Imam Abu Hanifah menghukumkan ‘makruh’ jika seseorang yang mempunyai kemampuan tetapi tidak melakukan ibadah korban.

Menurut Mazhab Imam As-Syafi’ie, hukumnya adalah ‘Sunnah muakkadah’ iaitu sebagai ibadah tambahan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW ketika baginda masih hidup. Baginda dilaporkan pernah berkorban dengan dua ekor biri-biri yang besar bagi dirinya, keluarganya dan seluruh umatnya yang tidak sempat atau tidak mampu untuk berkorban.

Namun begitu kebanyakan ulamak berpendapat ibadah korban adalah amalan yang sunnah sahaja. Seseorang itu tidak akan dianggap berdosa besar sekalipun tidak pernah melakukan ibadah korban seumur hidupnya. Jika dia tidak berkorban, lantaran tidak berkemampuan, anggaplah bahawa nabi terlah berkorban bagi pihak umatnya.

Berpandukan kepada amalan korban yang dilakukan oleh Rasululah SAW yang menyembelih dua ekor biri-biri bagi pihak dirinya, keluarga dan umatnya, maka para ulamak berpendapat adalah memadai jika seseorang ketua dalam sesebuah keluarga seperti suami bagi isteri atau bapa bagi anak-anaknya.

Bagi yang mampu digalakkan memilih binatang ternakan yang terbaik, sihat dan gemuk. Imam Muslim meriwayatkan hadis daripada Anas bin Malik, menyatakan bahawa Rasulullah SAW menyembelih korban dengan dua ekor kibas yang terbaik dengan tangannya sendirinya dengan membaca ‘Bismillah’ dan ‘Bertakbir’ dan meletakkan kakinya di atas rusuk di sebelah tengkuk kedua-dua kibas tersebut.

HIKMAH DI SEBALIK PENSYARIATAN IBADAH KORBAN

1. Mengenang dan mencontohi pengorbanan besar yang tidak ada tolok bandingnya, yang dilakukan oleh Nabi ibrahim AS yang digelar sebagai ‘Abu al-Anbiyak’ (bapa para nabi) yang sanggup mengorbankan anaknya Ismail sebagai kemuncak dalam melaksanakan ketaatannya di atas perintah Allah SWT, namun begitu Allah menggantikannya dengan seekor kibas. Selain daripada itu sebagai mengenang dan mencontohi pengorbanan Nabi Ismail yang sanggup mengorbankan dirinya bagi mematuhi dan mentaati perintah Allah Azza wa Jalla.

2. Sebagai satu ibadah yang boleh mendekatkan seoarang hamba dengan Tuhannya, melalui bukti pengorbanan yang dilakukan. Ianya juga dianggap sebagai simbolik kesedian hamba untuk mengorbankan apa sahaja demi kerana Allah, termasuklah sanggup mengorbankan dirinya demi menegakkan agama Allah yang ytercinta. Di samping itu melatih diri kita supaya sentiasa ikhlas dalam beribadah.

3. Melatih diri agar sentiasa bersedia untuk berkorban bila-bila masa diperlukan demi menegakkan agama Allah.

4. Memulia serta mengagongkan satu syiar dari syiar-syiar agama Allah sebagai memenuhi tuntutan Allah;

Maksudnya;

“Demikianlah perintah Allah dan barangsiapa yang mengagongkan syiar-syiar agama Allah, maka (perbuatan) itu timbul dari ketaqwaan hati.”

(Surah al-Haj : ayat 32)

5. Untuk melahirkan rasa syukur di atas segala nikmat Allah yang terlalu banyak ke atas diri kita dan yang masih menghidupkan kita.

6. Sebagai penghapus kepada segala kesalahan dan dosa yang kita lakukan, sama ada melakukan kemungkaran dan maksiat atau mengabaikan suruhan Allah.

7. Untuk memberikan kegemberiaan kepada keluarga yang melakukan korban dan orang-orang lain yang mendapat bahagian daripada daging korban tersebut, di mana mereka dibenarkan untuk memakan, mensedekahkan atau menyimpan daging tersebut untuk dimakan dalam jangka masa yang lama.

8. Sentiasa mengingatkan kita, bahawa hidup ini amat memerlukan kepada pengorbanan, untuk mencapai kejayaan dan kecemerlangan yang hakiki dalam apa jua bidang yang kita ceburi. Tanpa pengorbanan, tiada nilainya sebarang usaha yang kita lakukan.

SYARAT KORBAN DAN BINATANG YANG DIKORBANKAN

1. Binatang yang hendak dijadikan qurban itu, hendaklah dari binatang yang tidak cacat seperti pincang, sangat kurus, sakit, terpotong telinganya, terpotong ekornya. Umur yang disarankan bagi binatang yang akan diqurbankan itu adalah seperti berikut;

i. Kambing atau domba yang telah berumur satu tahun lebih atau sudah berganti gigi

ii. Kambing biasa yang telah berumur dua tahun lebih.

iii. Unta yang telah berumur lima tahun lebih.

iv. Sapi, kerbau atau lembu yang telah berumur dua tahun lebih.

v. Sekiranya ternakan betina, pastikan ternakan tersebut tidak bunting ketika hendak dikorbankan. Bagaimanapun, korban tetap dianggap sah, jika selepas disembelih didapati  haiwan ternakan itu sedang bunting.

Sabda Rasulullah SAW;

Maksudnya;

Daripada Barra’ bin ‘Azib, Rasulullah SAW bersabda;

“ Empat jenis binatang yang tidak sah dijadikan qurban, yang rosak matanya, yang sakit, yang pincang dan yang kurus dan tidak mempunyai isi.” (Hadis riwayat Muslim)

Seekor kambing hanya untuk korban satu orang diqiaskan dengan denda meninggalkan wajib haji. Akan tetapi seekor unta, lembu, kerbau  boleh dibahagikan kepada tujuh bahagian menurut pandangan Syafi’iyyah.  Sabda Rasulullah SAW;

Daripada Jabir , beliau berkata :

“Kami telah menyembelih korban bersama dengan Rasulullah SAW, pada Tahun Hudhaibiyah, seekor unta untuk tujuh orang dan seekor lembu untuk tujuh orang.” (Hadis Riwayat Muslim)

Maksudnya;

Daripada Abbbas, kami pernah bersama-sama dengan Rasululah SAW dalam satu perjalanan, ketika itu masuk hari raya qurban, maka kami bersama-sama menyembelih seekor lembu untuk tujuh orang dan seekor unta untuk sepuluh orang.” (Hadis riwayat At-Tirmizi dan An-Nasa’i)

2. Korban dilakukan pada waktu yang telah ditetapkan.

Dalam Mazhab al-Maliki ditambah dua syarat lagi, iaitu;

1. Penyembelih mestilah terdiri dari seorang muslim, oleh yang demikian tidak sah sembelihan seorang kafir yang telah diwakilkan oleh tuan korban kepadanya. sekiranya dia ahli kitab, maka harus memakan daging sembelihannya.

2. Tidak boleh berkongsi beberapa orang dalam membayar harga binatang korban, kecuali mereka terdiri daripada kaum kerabatnya yang terdiri daripada anak-anak, adik-beradik dan anak bapa saudaranya dan termasuk juga isteri atau suami dan ke semua mereka tinggal serumah dengannya.

WAKTU MELAKUKAN QURBAN

Waktu menyembelih qurban adalah bermula daripada matahari setinggi tombak, pada hari Raya Haji sehingga terbenam matahari pada 13 bulan Zulhijjah.

Sabda Rasulullah SAW;

“Barangsiapa yang menyembelih korban sebelum solat Hari Raya Haji, sesungguhnya dia menyembelih untuk dirinya sendiri dan barangsiapa menyembelih korban sesudah solah Hari Raya dan dua khutbahnya, sesungguhnya dia telah menyempurnakan ibadahnya dan telah menepati sunnah atau aturan umat Islam.” (Hadis riwayat Al-Bukhari)

Maksud ‘Solat Hari Raya Haji’ dalam hadis di atas adalah waktunya, bukannya solatnya, kerana mengerjakan solat tidak menjadi syarat kepada sembelihan korban.

Sabda Rasulullah SAW;

Maksudnya;

“Semua hari tasyrik (iaitu 11, 12 dan 13 Zulhijjah), adalah waktu yang dibolehkan untuk menyembelih qurban.” (Hadis riwayat Ahmad)

PERKARA YANG DISUNATKAN KETIKA MENYEMBELIH KORBAN

1. Menurut Mazhab Hanafi, sunat bagi orang yang hendak berkorban mengikat binatang yang akan dikorbankannya beberapa hari sebelum hari korban, untuk menunjukkan bahawa ketika bersedia untuk melakukan ibadah yang boleh mendekatkan diri kita kepada Allah dan menzahirkan rasa bersungguh-sungguh untuk melaksanakannya. Di samping itu juga dimakruhkan sekiranya kita menggunakannya untuk menunggang, mengambil susunya, bulunya dan sebagainya.

2. Sunat disembelih sendiri oleh mereka yang berkorban, kerana boleh mendekatkan dirinya kepada Allah.

3. Sunat dihadapkan binatang yang akan disembelih ke arah kiblat, sepertiman yang dilakukan oleh Rasulullah SAW berdasarkan hadis Anas bin Malik yang diriwayatkan oleh semua imam.

4. Sunat kepada orang yang berkorban menyaksikan binatang korbannya, sepertimana Rasulullah SAW berkata kepada Fatimah:

Maksudnya;

Daripada Imran bin Husain, Rasulullah SAW bersabda;

“Bangunlah menuju tempat binatang korbanmu dan saksikanlah, kerana ia akan menyebabkan dosamu terampun bagi setiap titisan darah yang tumpah, bagi setiap satu dosa yang pernah engkau lakukan…” (Hadis riwayat Al-Hakim, Al-Baihaqiy dan At-Tabraniy)

1. Membaca Basmalah (Bismillahirrahmani rrahim) sepertimana yang diriwayatkan oleh Jabir menyatakan bahawa kami telah menunaikan solat al-Adha bersama Rasulullah SAW, selepas selesai daripada solat tersebut, dibawa dihadapan baginda seeokor kibas, maka baginda menyembelihnya dan baginda membaca;

Maksudnya;

“ Dengan nama Allah dan Allah Maha besar, Ya Allah ini adalah (korban) dariku dan daripada mereka yang tidak mampu untuk berkorban dari kalangan umatku.” (Hadis riwayat Ahmad, Abu Daud dan At-Tirmizi)

2. Membaca salawat ke atas Nabi Muhammad SAW.
3. Takbir (Menyebut Allahu Akbar)
4. Mendo’akan agar sembelihan tersebut diterima oleh Allah, seperti berkata “ YA Allah, ini adalah amalan yang Engkau perintahkan supaya aku kerjakan keranaMu, terimalah amalku ini)
5. Binatang yang disembelih itu hendaklah dihadapkan ke arah kiblat di atas rusuk kirinya, sekiranya binatang tersebut terdiri daripada lembu dan kambing.Sabda Nabi SAW;

Maksudnya;

Daripada Anas bahawa Rasulullah SAW telah melakukan korban dengan dua ekor kambing yang baik-baik, beliau menyembelihnya sendiri, beliau membaca bismillah dan beliau bertakbir.” (Hadis riwayat Bukhari danMuslim)

Ketika melakukan korban Rasululah membaca;

Maksudnya;

“Ya Allah terimalah kurban Muhammad, ahli kelurganya dan umatnya.” (Hadis riwayat Ahmad dan Muslim)

1. Memastikan bahawa binatang yang akan dikorbankan itu terdiri daripada binatang yang terbaik dari semua sudut, kerana binatang tersebut merupakan korban untuk mendapat ganjaran di akhirat.

2. Memastikan alat yang digunakan untuk menyembelih terdiri daripada alat yang tajam yang diperbuat daripada besi.

3. Menunggu sebentar selepas menyembelih sehingga binatang tersebut dipastikan benar-benar telah mati.

4. Menurut pandangan Mazhab Syafi’e, Malikiy dan sebahagian daripada Mazhab Hambali, disunatkan kepada mereka yang ingin melakukan ibadah korban, apabila masuknya hari ke sepuluh daripada bulan Zulhijjah, supaya tidak mencukur rambut dan memotong kuku sehinggalah selesai ibadah korban. Pendapat ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW;

Maksudnya;

“ Sekiranya kamu melihat anak bulan Zulhijjah dan salah seorang dari kamu mahu melakukan korban maka biarkan (jangan dipotong) rambut dan kuku-kukunya.” (Hadis diriwayatkan oleh semua Imam kecuali Bukhari)

PEMBAHAGIAN DAGING KORBAN
1. Terdapat dua pandangan

i . Jumhur Fuqahak (Mazhab Hanafi, Malikiy dan Hambali)

Menurut Mazhab Hanafi, harus memakan daging korban yang disunatkan, manakala korban nazar atau korban wajib diharamkan untuk memakannya.

Menurut Mazhab Malikiy dan Hambali pula memakan daging korban nazar dibolehkan sama seperti korban sunnah dan disunatkan supaya mencampurkan kedua-dua korban tersebut sama ada untuk dimakan, disedekahkan dan dijadikan sebagai hadiah. Namun begitu mereka menghukumkan makruh sekiranya kita memakan atau menyimpan kesemua daging tersebut melebihi tiga hari.

1.
1. Mengikut amalan sunnah (terutama Mazhab Hanafi dan Hambali) dalam pembahagian daging korban ialah 1/3 untuk diri dan keluarga, 1/3 untuk kaum kerabat, teman-teman, jiran tetangga walaupun mereka terdiri daripada golongan kaya, manakala 1/3 untuk golongan fakir dan miskin.  Kenyataan ini berdasarkan firman Allah;

Maksudnya;

“ Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lain) berikanlah untuk dimakan oleh orang-orang sengsara lagi fakir.” (Surah Al-Haj : Ayat 28)

FirmanNya lagi;

Maksudnya;

Dan berilah makan kepada orang yang redha dengan apa yang ada pada dirinya (orang yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta-minta.” (Surah Al-Haj: ayat 36)

Namun begitu, sekiranya disedekahkan ke semuanya kepada orang lain, terutama fakir miskin, maka dianggap lebih baik dan sempurna. Walau bagaimanapun digalakkan kepada orang yang berkorban untuk mengambil sedikit daging korban untuk dirinya dan keluarganya sebagai ‘Tabarruk’ (mengambil bekat dari ibadah korban tersebut).

Tambahan : Menurut Mazhab daging korban juga boleh diberikan kepada orang-orang yang bukan Islam, terutama mereka yang diharapkan akan memeluk agama Islam, selepas pemberian tersebut, untuk menunjukkan kebaikan dan pengiktirafan Islam kepada mereka sebagai manusia.

BEBERAPA KESILAPAN DALAM IBADAH KORBAN

1. Ada beberapa golongan masyarakat yang melakukan kesilapan dengan melakukan ibadah korban pada malam hari raya. Amalan ini tidak menepati sunnah dan sekiranya dilakukan juga, sembelihan tersebut tidak dikira sebagai ‘Ibadah Korban’, kerana para ulamak mengaggap perbuatan tersebut sebagai ‘Makruh’.

2. Begitu juga dalam masalah pembahagian daging korban. Masih ada amalan di mana daging yang telah dikorbankan dibahagi kepada tujuh bahagian, manakala bahagian tertentu (biasanya kepala, bahagian rusuk, batang pinang) diperuntukkan atau dikhususkan kepada tukang sembelih sebagai upah. Tindakan ini sama sekali tidak dibenarkan, kerana setiap bahagian daging korban adalah sedekah dan sedekah sama sekali tidak boleh dijadikan sebagi upah. Sekiranya kita masih ingin memberikan upah kepada tukang sembelih, pihak yang berkongsi korban, boleh membayar lebih sedikit daripada harga sebenar binatang korban dan menyerahkan lebihan wang tersebut kepada tukang sembelih.

3. Melaksanakan ibadah korban dengan tujuan untuk menunjukkan kepada orang ramai akan kemampuan dirinya untuk melakukan korban, supaya dengan itu mereka akan dipandang mulia, dihormati dianggap sebagai orang yang hebat di sudut kemampuan kewangan, sedangkan dia sepatutnya insaf bahawa hanya korban yang disertakan dengan keikhlasan dan ketaqwaan sahaja yang diterima di sisi Allah. Firman Allah SWT;

Maksudnya;

“Daging-daging korban dan darahnya itu, sekali-kali tidak dapat mencapai (keredhaan) Allah, akan tetapi (keikhlasan) yang lahir dari ketaqwaan darimulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah memudahkan bagimu (binatang korban itu) untuk kamu supaya kamu mengagongkan Allah lantaran petunjukNya kepadamu dan berilah berita gembira kepada orang-orang yang melakukan kebaikan.”

(Surah al-Haj : ayat 37)

4. Pembaziran daging korban. Di mana terdapat daging korban yang lambat diagih-agihkan menyebabkan daging tersebut menjadi busuk. Di samping sikap sebahagain daripada kita yang terlalu tamak menghimpunkan daging korban, tetapi akhirnya menjadi busuk dan rosak, apabila ruang peti ais rumah kita tidak mampu memuatkan semua daging korban yang kita bawa pulang.

5. Pembahagian daging korban yang hanya ditentukan kepada kumpulan-kumpulan atau puak-puak tertentu sahaja, dengan mengenepikan hak orang lain terutama yang tinggal sejiran, sekampung atau setaman dengan kita.

6. Kedatangan ke masjid, ke surau atau ke tempat sembelihan, semata-mata untuk mendapatkan bahagian dari pembahagian daging korban, namun begitu tidak mensyukuri nikmat Allah setelah memakan dan menikmati daging korban tersebut, dengan cara melaksanakan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya. Malah ada di antara mereka yang tidak pernah menjejakkan kaki ke suarau dan ke masjid atau bermuamalah dengan penduduk setempat.
dikutip dari : http://www.jim.org.my

Sabtu, 12 Oktober 2013

0 komentar

Kamis, 03 Oktober 2013

Photo Kegiatan

0 komentar

Followers

 

"WalunganelmU". Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Two Church theme by Brian Gardner Converted into Blogger Template by Bloganol dot com