Rabu, 16 Oktober 2013

Pesan Nabi Muhamamad SAW sebelum wafat


PESAN RASULULLAH SAW SEBELUM WAFAT Allah SWT telah berfirman : “Sesungguhnya aku telah melarang semua para Nabi masuk ke dalam surga sebelum engkau (Muhammad SAW) masuk terlebih dahulu, dan aku juga melarang semua umat memasuki surga sebelum umatmu memasuki terlebih dahulu.” Merinding kita mengikuti firman Allah di atas. Sekaligus bersyukur dan bangga telah menjadi pengikut Nabi Muhammad. Betapa mulianya seorang Nabi yang selama ini kita selalu mengagungkan Beliau, Rasulullah SAW. Betapa mulianya akhlak Kekasih Allah itu, Muhammad Rasulullah SAW. Betapa “luar biasanya” Nabi Muhammad SAW di kalangan malaikat, sahabat bahkan semua makhluk ciptaan Allah SAW. Terutama saat beliau akan meninggal. Kisah Tangisan Abu Bakar dan Hari Wafatnya Rasulullah. Betapa mulia dan agungnya Beliau. Bahkan malaikat Izrail pun mesti bertanya dulu, apakah ia boleh masuk rumah Rasul, tatkala Izrail diperintahkan Allah mencabut nyawa Rasulullah. Kita beruntung dan bersyukur tiada tara (sambil berlinang air mata) menjadi salah satu pengikut Rasulullah. Moga makin bertambah cinta kita pada Rasulullah tiada putus-putusnya, hingga akhir hayat kita. Allah SWT berfirman : “…Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah engkau takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk engkau agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al-Maidah 5:3) Diriwayatkan bahwa surat Al-Maidah ayat 3 di atas, turun setelah waktu Ashar berselang, tepatnya pada hari Jumat di Padang Arafah saat musim haji penghabisan (haji wada). Ketika itu Rasulullah SAW sedang berada di atas onta Padang Arafah. Ketika ayat tersebut turun, Rasulullah kurang begitu mengerti apa isyarat yang berhubungan dengan turunnya ayat tersebut. Lalu, Beliau bersandar pada ontanya, kemudian onta Beliau pun duduk secara perlahan-lahan. Setelah itu turunlah Malaikat Jibril dan berkata : “Wahai Muhammad, sesungguhnya pada hari ini telah disempurnakan urusan agamamu, maka terputuslah apa yang diperintahkan oleh Allah SWT dan demikian juga larangan-larangan-Nya. Oleh karena itu, kumpulkanlah para sahabatmu dan beritahu mereka, hari ini adalah terakhir aku bertemu denganmu.” Kemudian Malaikat Jibril pergi, Rasulullah SAW pun berangkat ke Mekah dan terus melanjutkan perjalanan ke Madinah. Rasulullah mengumpulkan para sahabat dan menceritakan apa yang telah dikabarkan Malaikat Jibril kepada dirinya. Mendengar hal ini, para sahabat pun gembira sambil berkata : “Agama kita telah sempurna . Agama kita telah sempurna.” Tetapi berbeda dengan Abu Bakar Ash-Shidiq, mendengar keterangan Rasulullah itu, ia tidak kuasa menahan kesedihannya dan langsung pulang ke rumah. Lalu mengunci pintu rapat-rapat dan menangis sekuat-kuatnya. Abu Bakar menangis dari pagi hingga malam. — di Jabal Rahmah , Arafah. Alam Semesta Ikut Menangis Kisah tentang Abu Bakar menangis itu kemudian sampai kepada para sahabat yang lain. Lalu berkumpullah para sahabat di hadapan rumah Abu Bakar, dan mereka berkata: “Wahai Abu Bakar, apakah yang telah membuat engkau menangis seperti ini? Bukankah, seharusnya engkau gembira sebab agama kita telah sempurna.” Mendengar pertanyaan dari para sahabat tersebut, Abu Bakar pun berkata : “Wahai para sahabatku, kalian tidak tahu tentang musibah yang akan menimpa kita. Tidakkah engkau tahu, saat suatu perkara itu sempurna, akan terlihat kekurangannya. Karena itu dengan turunnya ayat tersebut suatu pertanda telah datang waktu yang sangat menyedihkan, yaitu sebentar lagi kita akan berpisah dengan Rasulullah SAW. Fatimah menjadi yatim dan para isteri Nabi menjadi janda.” Setelah mereka mendengar penjelasan Abu Bakar, sadarlah mereka akan kebenaran kata-kata Abu Bakar. Mereka pun menangis dengan sekencang-kencangnya. Tangisan mereka itu kemudian didengar oleh sahabat-sahabat lainnya, lantas mereka pun memberitahu Rasullah tentang apa yang terjadi. Berkatalah salah seorang dari sahabat : “Ya, Rasulullah, kami baru pulang dari rumah Abu Bakar dan kami melihat banyak orang sedang menangis dengan suara kuat di rumah beliau.” Ketika Rasulullah SAW mendengar keterangan dari para sahabat itu, berubahlah air muka Beliau dan bergegas menuju ke rumah Abu Bakar. Setelah sampai di rumah Abu Bakar, Beliau melihat semua menangis dan Beliau pun bertanya : “Wahai para sahabatku, kenapa kalian menangis?” Ali bin Abi Thalib berkata : “Ya, Rasulullah, Abu Bakar mengatakan bahwa dengan turunnya ayat ini membawa tanda bahwa waktu wafatmu telah dekat. Adakah ini benar ya Rasulullah?” Lalu Rasulullah berkata : “Semua yang dikatakan Abu Bakar adalah benar dan sesungguhnya waktuku untuk meninggalkan kalian semua sudah dekat.” Setelah Abu Bakar mendengar pengakuan Rasulullah SAW, ia justru menangis sekuat tenaga, sampai ia jatuh pingsan. Sementara Ali bergetar kemudian terkapar tubuhnya. Para sahabat lain pun menangis dengan sekuat-kuat yang mereka mampu. Sehingga gunung-gunung, batu-batu, semua malaikat yang di langit, cacing-cacing yang menggeliat di bumi dan semua binatang, baik yang di darat maupun di laut turut menangis. Kemudian Rasulullah bersalaman dengan para sahabat satu persatu dan berwasiat kepada mereka. Jangka waktu Rasulullah SAW hidup setelah turunnya ayat (QS.5 Al Maidah ayat : 3) tersebut, ada yang mengatakan 81 hari, ada yang mengatakan Beliau hidup 50 hari, ada yang mengatakan hidup selama 35 hari dan ada pula yang mengatakan bahwa beliau hidup 21 hari. Pada saat ajal Rasulullah SAW sudah dekat, Beliau menyuruh Bilal adzan untuk mengerjakan salat. Lalu berkumpullah para Muhajirin dan Anshar di Masjid Rasulullah. Kemudian Beliau menunaikan salat dua rakaat bersama semua yang hadir. Setelah selesai salat, Beliau bangkit lalu naik ke atas mimbar, seraya berkata : “Alhamdulillah, wahai para muslimin, sesungguhnya saya adalah seorang nabi yang diutus dan mengajak manusia kepada jalan Allah dengan izin-Nya. Saya ini adalah saudara kandung kalian, kasih sayangku pada kalian seperti seorang ayah pada anaknya. Oleh karena itu kalau ada siapapun di antara kalian yang mempunyai hak untuk menuntut, maka hendaklah ia berdiri dan membalasku, sebelum saya dituntut di hari kiamat.” Rasulullah berkata demikian sebanyak 3 kali, kemudian bangkitlah seorang lelaki bernama ‘Ukasyah bin Muhshan dan berkata : “Demi ayahku dan ibuku ya, Rasulullah SAW, kalau anda tidak mengumumkan kepada kami berkali-kali soal ini, sudah tentu saya tidak mau mengemukakan hal ini.” Lalu ‘Ukasyah berkata lagi : “Sesungguhnya dalam Perang Badar saya turut bersamamu ya Rasulullah, pada saat itu saya mengikuti onta Anda dari belakang. Setelah dekat, saya pun turun menghampiri Anda dengan tujuan supaya saya dapat mencium paha Anda. Tetapi Anda telah mengambil tongkat dan memukul onta Anda untuk berjalan cepat. Pada saat itu saya pun Anda pukul dan pukulan itu mengenai tulang rusuk saya. Oleh karena itu saya ingin tahu, apakah Anda sengaja memukul saya atau hendak memukul onta tersebut.” Rasulullah berkata : “Wahai ‘Ukasyah, saya sengaja memukul engkau.” Kemudian Rasulullah SAW berkata kepada Bilal: “Wahai Bilal, pergilah engkau ke rumah Fatimah dan ambilkan tongkatku.” Saat keluar dari masjid menuju rumah Fatimah, ia meletakkan tangannya di atas kepala seraya berkata : “Rasulullah SAW telah mempersiapkan dirinya untuk dibalas (di qishash).” Ketika Bilal sampai di rumah Fatimah, Bilal memberi salam dan mengetuk pintu. Kemudian Fatimah menyahut dengan berkata : “Siapakah yang ada di pintu?” Bilal menjawab : “Saya Bilal, saya telah diperintah Rasulullah untuk mengambil tongkat Beliau.” Kemudian Fatimah berkata : “Wahai Bilal untuk apa ayahku minta tongkatnya.” Berkata Bilal : “Wahai Fatimah Rasulullah telah menyiapkan dirinya untuk di qishash.” Fatimah berkata lagi : “Wahai Bilal siapakah manusia yang sampai hati mengqishash Rasulullah SAW?” Pembelaan Para Sahabat Setelah Rasulullah SAW menerima tongkat tersebut dari Bilal, beliau pun menyerahkan pada ‘Ukasyah. Melihat kejadian mengharukan ini, Abu Bakar dan Umar bin Khattab tampil ke hadapan sambil berkata : “ ‘Ukasyah janganlah engkau qishash Baginda Nabi, tetapi engkau qishashlah kami berdua.” Ketika Rasulullah SAW mendengar kata-kata Abu Bakar dan Umar, dengan segera Beliau berkata : “Wahai Abu Bakar, Umar, duduklah engkau berdua, sesungguhnya Allah SWT telah menetapkan tempatnya untuk engkau berdua.” Kemudian Ali berdiri, lalu berkata : “Wahai ‘Ukasyah! Aku adalah orang yang senantiasa berada di samping Rasulullah SAW, oleh karena itu, engkau pukullah aku dan janganlah engkau mengqishash Rasulullah.” Lalu Rasulullah SAW berkata : “Wahai Ali, duduklah engkau, sesungguhnya Allah SWT telah menetapkan tempatmu dan mengetahui isi hatimu.” Setelah itu Hasan dan Husein berdiri dan berkata : “Wahai ‘Ukasyah, bukankah engkau tahu bahwa kami ini adalah cucu Rasulullah, kalau engkau mengqishash kami sama dengan engkau mengqishash Rasulullah SAW.” Mendengar kata-kata dari cucunya, Rasulullah SAW pun berkata : “Wahai buah hatiku, duduklah engkau berdua.” Berkata Rasulullah SAW : “Wahai ‘Ukasyah pukullah saya kalau engkau hendak memukul.” Kemudian ‘Ukasyah berkata : “Ya, Rasulullah SAW, Anda telah memukul saya sewaktu saya tidak memakai baju.” Lantas, Rasulullah pun membuka baju. Setelah Beliau membuka baju, menangislah semua yang hadir. Setelah ‘Ukasyah melihat tubuh Rasulullah SAW, ia pun mencium Beliau dan berkata : “Saya tebus Anda dengan jiwa saya, ya Rasulullah SAW. Siapakah yang sanggup memukul Anda? Saya melakukan ini karena saya ingin menyentuh (memeluk) tubuh Anda yang dimuliakan oleh Allah SWT dengan badan saya. Dan semoga Allah SWT menjaga saya dari neraka atas kehormatanmu.” Kemudian Rasulullah SAW berkata : “Dengarlah engkau sekalian, sekiranya engkau hendak melihat ahli surga, inilah orangnya.” Kemudian semua para sahabat bersalam-salaman atas kegembiraan mereka terhadap peristiwa yang sangat genting itu. Setelah itu para sahabat pun berkata : “Wahai ‘Ukasyah, inilah keuntungan yang paling besar bagimu, engkau telah memperoleh derajat tinggi dan bertemankan Rasulullah SAW dalam surga.” Sebelum malaikat Izrail diperintah Allah SWT untuk mencabut nyawa Nabi Muhammad SAW, Allah SWT berpesan kepada malaikat Jibril. “Hai Jibril, jika kekasih-Ku menolaknya, laranglah Izrail melakukan tugasnya!” Sungguh berharganya manusia yang satu ini yang tidak lain adalah Nabi Muhammad SAW. Di rumah Nabi Muhammad SAW, Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. “Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk sambil berkata, “Maafkanlah, ayahku sedang demam” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian Fatimah kembali menemani Nabi Muhammad SAW yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, “Siapakah itu wahai anakku?”. “Tak tahulah ayahku, sepertinya orang baru, karena baru sekali ini aku melihatnya” tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang. “Ketahuilah wahai anakku, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut” kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakan tangisnya. Malaikat maut pun datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut bersama menyertainya. Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah SWT dan penghulu dunia ini. “Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?” Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. “Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu” kata malaikat Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan. “Engkau tidak senang mendengar khabar ini?” Tanya Jmalaikat ibril lagi. “Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?” “Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar bahwa Allah berfirman kepadaku: Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya” kata malaikat Jibril. Detik-detik semakin dekat, saatnya malaikat Izrail melakukan tugasnya. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. “Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini.” Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. “Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?” Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. “Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal” kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi. “Ya Allah, dahsyat sekali maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku” Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali mendekatkan telinganya. “Uushiikum bis-shalaati, wamaa malakat aimaanukum (peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu)”. Di luar, pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. “Ummatii, ummatii, ummatiii! (Umatku, umatku, umatku)”. Dan, berakhirlah hidup manusia yang paling mulia yang memberi sinaran itu. Allaahumma sholli ‘alaa Muhammad wa’alaihi wasahbihi wasallim. Ya Allah, Berikanlah untuk Muhammad “al wasilah” (derajat) dan keutamaan. Dan tempatkanlah ia di tempat terpuji sebagaimana yang telah Engkau janjikan”. Betapa mendalam cinta Rasulullah kepada kita ummatnya, bahkan diakhir kehidupannya hanya kita yang ada dalam fikirannya. Sakitnya sakaratul maut itu tetapi sedikit sekali kita mengingatnya bahkan untuk sekedar menyebut namanya.
dari :  http://serayutegal.blogspot.com

0 komentar:

Posting Komentar

Followers

 

"WalunganelmU". Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Two Church theme by Brian Gardner Converted into Blogger Template by Bloganol dot com