PESAN RASULULLAH SAW SEBELUM WAFAT
Allah SWT telah berfirman : “Sesungguhnya aku telah melarang semua para
Nabi masuk ke dalam surga sebelum engkau (Muhammad SAW) masuk terlebih
dahulu, dan aku juga melarang semua umat memasuki surga sebelum umatmu
memasuki terlebih dahulu.”
Merinding kita mengikuti firman Allah di atas. Sekaligus bersyukur dan
bangga telah menjadi pengikut Nabi Muhammad. Betapa mulianya seorang
Nabi yang selama ini kita selalu mengagungkan Beliau, Rasulullah SAW.
Betapa mulianya akhlak Kekasih Allah itu, Muhammad Rasulullah SAW.
Betapa “luar biasanya” Nabi Muhammad SAW di kalangan malaikat, sahabat
bahkan semua makhluk ciptaan Allah SAW. Terutama saat beliau akan
meninggal.
Kisah Tangisan Abu Bakar dan Hari Wafatnya Rasulullah. Betapa mulia dan
agungnya Beliau. Bahkan malaikat Izrail pun mesti bertanya dulu, apakah
ia boleh masuk rumah Rasul, tatkala Izrail diperintahkan Allah mencabut
nyawa Rasulullah.
Kita beruntung dan bersyukur tiada tara (sambil berlinang air mata)
menjadi salah satu pengikut Rasulullah. Moga makin bertambah cinta kita
pada Rasulullah tiada putus-putusnya, hingga akhir hayat kita.
Allah SWT berfirman :
“…Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan)
agamamu, sebab itu janganlah engkau takut kepada mereka dan takutlah
kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk engkau agamamu, dan
telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi
agama bagimu.” (QS. Al-Maidah 5:3)
Diriwayatkan bahwa surat Al-Maidah ayat 3 di atas, turun setelah waktu
Ashar berselang, tepatnya pada hari Jumat di Padang Arafah saat musim
haji penghabisan (haji wada).
Ketika itu Rasulullah SAW sedang berada di atas onta Padang Arafah.
Ketika ayat tersebut turun, Rasulullah kurang begitu mengerti apa
isyarat yang berhubungan dengan turunnya ayat tersebut. Lalu, Beliau
bersandar pada ontanya, kemudian onta Beliau pun duduk secara
perlahan-lahan.
Setelah itu turunlah Malaikat Jibril dan berkata :
“Wahai Muhammad, sesungguhnya pada hari ini telah disempurnakan urusan
agamamu, maka terputuslah apa yang diperintahkan oleh Allah SWT dan
demikian juga larangan-larangan-Nya.
Oleh karena itu, kumpulkanlah para sahabatmu dan beritahu mereka, hari
ini adalah terakhir aku bertemu denganmu.”
Kemudian Malaikat Jibril pergi, Rasulullah SAW pun berangkat ke Mekah
dan terus melanjutkan perjalanan ke Madinah. Rasulullah mengumpulkan
para sahabat dan menceritakan apa yang telah dikabarkan Malaikat Jibril
kepada dirinya.
Mendengar hal ini, para sahabat pun gembira sambil berkata :
“Agama kita telah sempurna . Agama kita telah sempurna.”
Tetapi berbeda dengan Abu Bakar Ash-Shidiq, mendengar keterangan
Rasulullah itu, ia tidak kuasa menahan kesedihannya dan langsung pulang
ke rumah. Lalu mengunci pintu rapat-rapat dan menangis sekuat-kuatnya.
Abu Bakar menangis dari pagi hingga malam.
— di Jabal Rahmah , Arafah.
Alam Semesta Ikut Menangis
Kisah tentang Abu Bakar menangis itu kemudian sampai kepada para sahabat
yang lain. Lalu berkumpullah para sahabat di hadapan rumah Abu Bakar,
dan mereka berkata:
“Wahai Abu Bakar, apakah yang telah membuat engkau menangis seperti ini?
Bukankah, seharusnya engkau gembira sebab agama kita telah sempurna.”
Mendengar pertanyaan dari para sahabat tersebut, Abu Bakar pun berkata :
“Wahai para sahabatku, kalian tidak tahu tentang musibah yang akan
menimpa kita. Tidakkah engkau tahu, saat suatu perkara itu sempurna,
akan terlihat kekurangannya. Karena itu dengan turunnya ayat tersebut
suatu pertanda telah datang waktu yang sangat menyedihkan, yaitu
sebentar lagi kita akan berpisah dengan Rasulullah SAW. Fatimah menjadi
yatim dan para isteri Nabi menjadi janda.”
Setelah mereka mendengar penjelasan Abu Bakar, sadarlah mereka akan
kebenaran kata-kata Abu Bakar. Mereka pun menangis dengan
sekencang-kencangnya. Tangisan mereka itu kemudian didengar oleh
sahabat-sahabat lainnya, lantas mereka pun memberitahu Rasullah tentang
apa yang terjadi.
Berkatalah salah seorang dari sahabat :
“Ya, Rasulullah, kami baru pulang dari rumah Abu Bakar dan kami melihat
banyak orang sedang menangis dengan suara kuat di rumah beliau.”
Ketika Rasulullah SAW mendengar keterangan dari para sahabat itu,
berubahlah air muka Beliau dan bergegas menuju ke rumah Abu Bakar.
Setelah sampai di rumah Abu Bakar, Beliau melihat semua menangis dan
Beliau pun bertanya :
“Wahai para sahabatku, kenapa kalian menangis?”
Ali bin Abi Thalib berkata :
“Ya, Rasulullah, Abu Bakar mengatakan bahwa dengan turunnya ayat ini
membawa tanda bahwa waktu wafatmu telah dekat. Adakah ini benar ya
Rasulullah?”
Lalu Rasulullah berkata :
“Semua yang dikatakan Abu Bakar adalah benar dan sesungguhnya waktuku
untuk meninggalkan kalian semua sudah dekat.”
Setelah Abu Bakar mendengar pengakuan Rasulullah SAW, ia justru menangis
sekuat tenaga, sampai ia jatuh pingsan. Sementara Ali bergetar kemudian
terkapar tubuhnya. Para sahabat lain pun menangis dengan sekuat-kuat
yang mereka mampu.
Sehingga gunung-gunung, batu-batu, semua malaikat yang di langit,
cacing-cacing yang menggeliat di bumi dan semua binatang, baik yang di
darat maupun di laut turut menangis.
Kemudian Rasulullah bersalaman dengan para sahabat satu persatu dan
berwasiat kepada mereka.
Jangka waktu Rasulullah SAW hidup setelah turunnya ayat (QS.5 Al Maidah
ayat : 3) tersebut, ada yang mengatakan 81 hari, ada yang mengatakan
Beliau hidup 50 hari, ada yang mengatakan hidup selama 35 hari dan ada
pula yang mengatakan bahwa beliau hidup 21 hari.
Pada saat ajal Rasulullah SAW sudah dekat,
Beliau menyuruh Bilal adzan untuk mengerjakan salat.
Lalu berkumpullah para Muhajirin dan Anshar di Masjid Rasulullah.
Kemudian Beliau menunaikan salat dua rakaat bersama semua yang hadir.
Setelah selesai salat, Beliau bangkit lalu naik ke atas mimbar, seraya
berkata :
“Alhamdulillah, wahai para muslimin, sesungguhnya saya adalah seorang
nabi yang diutus dan mengajak manusia kepada jalan Allah dengan
izin-Nya.
Saya ini adalah saudara kandung kalian, kasih sayangku pada kalian
seperti seorang ayah pada anaknya.
Oleh karena itu kalau ada siapapun di antara kalian yang mempunyai hak
untuk menuntut,
maka hendaklah ia berdiri dan membalasku,
sebelum saya dituntut di hari kiamat.”
Rasulullah berkata demikian sebanyak 3 kali,
kemudian bangkitlah seorang lelaki bernama ‘Ukasyah bin Muhshan dan
berkata :
“Demi ayahku dan ibuku ya, Rasulullah SAW, kalau anda tidak mengumumkan
kepada kami berkali-kali soal ini, sudah tentu saya tidak mau
mengemukakan hal ini.”
Lalu ‘Ukasyah berkata lagi :
“Sesungguhnya dalam Perang Badar saya turut bersamamu ya Rasulullah,
pada saat itu saya mengikuti onta Anda dari belakang. Setelah dekat,
saya pun turun menghampiri Anda dengan tujuan supaya saya dapat mencium
paha Anda.
Tetapi Anda telah mengambil tongkat dan memukul onta Anda untuk berjalan
cepat.
Pada saat itu saya pun Anda pukul dan pukulan itu mengenai tulang rusuk
saya.
Oleh karena itu saya ingin tahu, apakah Anda sengaja memukul saya atau
hendak memukul onta tersebut.”
Rasulullah berkata :
“Wahai ‘Ukasyah, saya sengaja memukul engkau.”
Kemudian Rasulullah SAW berkata kepada Bilal:
“Wahai Bilal, pergilah engkau ke rumah Fatimah dan ambilkan tongkatku.”
Saat keluar dari masjid menuju rumah Fatimah, ia meletakkan tangannya di
atas kepala seraya berkata :
“Rasulullah SAW telah mempersiapkan dirinya untuk dibalas (di qishash).”
Ketika Bilal sampai di rumah Fatimah, Bilal memberi salam dan mengetuk
pintu. Kemudian Fatimah menyahut dengan berkata :
“Siapakah yang ada di pintu?”
Bilal menjawab :
“Saya Bilal, saya telah diperintah Rasulullah untuk mengambil tongkat
Beliau.”
Kemudian Fatimah berkata :
“Wahai Bilal untuk apa ayahku minta tongkatnya.”
Berkata Bilal :
“Wahai Fatimah Rasulullah telah menyiapkan dirinya untuk di qishash.”
Fatimah berkata lagi :
“Wahai Bilal siapakah manusia yang sampai hati mengqishash Rasulullah
SAW?”
Pembelaan Para Sahabat
Setelah Rasulullah SAW menerima tongkat tersebut dari Bilal, beliau pun
menyerahkan pada ‘Ukasyah.
Melihat kejadian mengharukan ini, Abu Bakar dan Umar bin Khattab tampil
ke hadapan sambil berkata :
“ ‘Ukasyah janganlah engkau qishash Baginda Nabi, tetapi engkau
qishashlah kami berdua.”
Ketika Rasulullah SAW mendengar kata-kata Abu Bakar dan Umar, dengan
segera Beliau berkata :
“Wahai Abu Bakar, Umar, duduklah engkau berdua, sesungguhnya Allah SWT
telah menetapkan tempatnya untuk engkau berdua.”
Kemudian Ali berdiri, lalu berkata :
“Wahai ‘Ukasyah! Aku adalah orang yang senantiasa berada di samping
Rasulullah SAW, oleh karena itu, engkau pukullah aku dan janganlah
engkau mengqishash Rasulullah.”
Lalu Rasulullah SAW berkata :
“Wahai Ali, duduklah engkau, sesungguhnya Allah SWT telah menetapkan
tempatmu dan mengetahui isi hatimu.”
Setelah itu Hasan dan Husein berdiri dan berkata :
“Wahai ‘Ukasyah, bukankah engkau tahu bahwa kami ini adalah cucu
Rasulullah, kalau engkau mengqishash kami sama dengan engkau mengqishash
Rasulullah SAW.”
Mendengar kata-kata dari cucunya, Rasulullah SAW pun berkata :
“Wahai buah hatiku, duduklah engkau berdua.”
Berkata Rasulullah SAW :
“Wahai ‘Ukasyah pukullah saya kalau engkau hendak memukul.”
Kemudian ‘Ukasyah berkata :
“Ya, Rasulullah SAW, Anda telah memukul saya sewaktu saya tidak memakai
baju.”
Lantas, Rasulullah pun membuka baju.
Setelah Beliau membuka baju, menangislah semua yang hadir.
Setelah ‘Ukasyah melihat tubuh Rasulullah SAW, ia pun mencium Beliau dan
berkata :
“Saya tebus Anda dengan jiwa saya, ya Rasulullah SAW. Siapakah yang
sanggup memukul Anda? Saya melakukan ini karena saya ingin menyentuh
(memeluk) tubuh Anda yang dimuliakan oleh Allah SWT dengan badan saya.
Dan semoga Allah SWT menjaga saya dari neraka atas kehormatanmu.”
Kemudian Rasulullah SAW berkata :
“Dengarlah engkau sekalian, sekiranya engkau hendak melihat ahli surga,
inilah orangnya.”
Kemudian semua para sahabat bersalam-salaman atas kegembiraan mereka
terhadap peristiwa yang sangat genting itu.
Setelah itu para sahabat pun berkata :
“Wahai ‘Ukasyah, inilah keuntungan yang paling besar bagimu, engkau
telah memperoleh derajat tinggi dan bertemankan Rasulullah SAW dalam
surga.”
Sebelum malaikat Izrail diperintah Allah SWT untuk mencabut nyawa Nabi
Muhammad SAW, Allah SWT berpesan kepada malaikat Jibril. “Hai Jibril,
jika kekasih-Ku menolaknya, laranglah Izrail melakukan tugasnya!”
Sungguh berharganya manusia yang satu ini yang tidak lain adalah Nabi
Muhammad SAW.
Di rumah Nabi Muhammad SAW, Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang
yang berseru mengucapkan salam. “Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tapi
Fatimah tidak mengizinkannya masuk sambil berkata, “Maafkanlah, ayahku
sedang demam” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.
Kemudian Fatimah kembali menemani Nabi Muhammad SAW yang ternyata sudah
membuka mata dan bertanya pada Fatimah, “Siapakah itu wahai anakku?”.
“Tak tahulah ayahku, sepertinya orang baru, karena baru sekali ini aku
melihatnya” tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya
dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian
wajah anaknya itu hendak dikenang. “Ketahuilah wahai anakku, dialah yang
menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di
dunia. Dialah malaikatul maut” kata Rasulullah, Fatimah pun menahan
ledakan tangisnya.
Malaikat maut pun datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa
Jibril tidak ikut bersama menyertainya. Kemudian dipanggillah Jibril
yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih
Allah SWT dan penghulu dunia ini. “Jibril, jelaskan apa hakku nanti di
hadapan Allah?” Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah.
“Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu.
Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu” kata malaikat Jibril.
Tapi itu ternyata tidak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh
kecemasan. “Engkau tidak senang mendengar khabar ini?” Tanya Jmalaikat
ibril lagi. “Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?” “Jangan
khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar bahwa Allah berfirman
kepadaku: Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah
berada di dalamnya” kata malaikat Jibril. Detik-detik semakin dekat,
saatnya malaikat Izrail melakukan tugasnya. Perlahan ruh Rasulullah
ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat
lehernya menegang. “Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini.” Perlahan
Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk
semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. “Jijikkah kau melihatku,
hingga kau palingkan wajahmu Jibril?” Tanya Rasulullah pada Malaikat
pengantar wahyu itu. “Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah
direnggut ajal” kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah
mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi. “Ya Allah, dahsyat
sekali maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan
pada umatku” Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak
bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali
mendekatkan telinganya. “Uushiikum bis-shalaati, wamaa malakat
aimaanukum (peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di
antaramu)”. Di luar, pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat
saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali
kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.
“Ummatii, ummatii, ummatiii! (Umatku, umatku, umatku)”. Dan, berakhirlah
hidup manusia yang paling mulia yang memberi sinaran itu.
Allaahumma sholli ‘alaa Muhammad wa’alaihi wasahbihi wasallim. Ya Allah,
Berikanlah untuk Muhammad “al wasilah” (derajat) dan keutamaan. Dan
tempatkanlah ia di tempat terpuji sebagaimana yang telah Engkau
janjikan”. Betapa mendalam cinta Rasulullah kepada kita ummatnya, bahkan
diakhir kehidupannya hanya kita yang ada dalam fikirannya. Sakitnya
sakaratul maut itu tetapi sedikit sekali kita mengingatnya bahkan untuk
sekedar menyebut namanya.
dari : http://serayutegal.blogspot.com
Rabu, 16 Oktober 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar