Jumat, 08 November 2013
Pesan Nabi Muhamamad SAW sebelum wafat
PESAN
RASULULLAH SAW SEBELUM WAFAT Allah SWT telah berfirman : “Sesungguhnya aku
telah melarang semua para Nabi masuk ke dalam surga sebelum engkau (Muhammad
SAW) masuk terlebih dahulu, dan aku juga melarang semua umat memasuki surga
sebelum umatmu memasuki terlebih dahulu.” Merinding kita mengikuti firman Allah
di atas. Sekaligus bersyukur dan bangga telah menjadi pengikut Nabi Muhammad.
Betapa mulianya seorang Nabi yang selama ini kita selalu mengagungkan Beliau,
Rasulullah SAW. Betapa mulianya akhlak Kekasih Allah itu, Muhammad Rasulullah
SAW. Betapa “luar biasanya” Nabi Muhammad SAW di kalangan malaikat, sahabat
bahkan semua makhluk ciptaan Allah SAW. Terutama saat beliau akan meninggal.
Kisah Tangisan Abu Bakar dan Hari Wafatnya Rasulullah. Betapa mulia dan
agungnya Beliau. Bahkan malaikat Izrail pun mesti bertanya dulu, apakah ia
boleh masuk rumah Rasul, tatkala Izrail diperintahkan Allah mencabut nyawa
Rasulullah. Kita beruntung dan bersyukur tiada tara (sambil berlinang air mata)
menjadi salah satu pengikut Rasulullah. Moga makin bertambah cinta kita pada
Rasulullah tiada putus-putusnya, hingga akhir hayat kita. Allah SWT berfirman :
“…Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu,
sebab itu janganlah engkau takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada
hari ini telah Kusempurnakan untuk engkau agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS.
Al-Maidah 5:3) Diriwayatkan bahwa surat Al-Maidah ayat 3 di atas, turun setelah
waktu Ashar berselang, tepatnya pada hari Jumat di Padang Arafah saat musim
haji penghabisan (haji wada). Ketika itu Rasulullah SAW sedang berada di atas
onta Padang Arafah. Ketika ayat tersebut turun, Rasulullah kurang begitu
mengerti apa isyarat yang berhubungan dengan turunnya ayat tersebut. Lalu,
Beliau bersandar pada ontanya, kemudian onta Beliau pun duduk secara
perlahan-lahan. Setelah itu turunlah Malaikat Jibril dan berkata : “Wahai
Muhammad, sesungguhnya pada hari ini telah disempurnakan urusan agamamu, maka
terputuslah apa yang diperintahkan oleh Allah SWT dan demikian juga
larangan-larangan-Nya. Oleh karena itu, kumpulkanlah para sahabatmu dan
beritahu mereka, hari ini adalah terakhir aku bertemu denganmu.” Kemudian
Malaikat Jibril pergi, Rasulullah SAW pun berangkat ke Mekah dan terus melanjutkan
perjalanan ke Madinah. Rasulullah mengumpulkan para sahabat dan menceritakan
apa yang telah dikabarkan Malaikat Jibril kepada dirinya. Mendengar hal ini,
para sahabat pun gembira sambil berkata : “Agama kita telah sempurna . Agama
kita telah sempurna.” Tetapi berbeda dengan Abu Bakar Ash-Shidiq, mendengar
keterangan Rasulullah itu, ia tidak kuasa menahan kesedihannya dan langsung
pulang ke rumah. Lalu mengunci pintu rapat-rapat dan menangis sekuat-kuatnya.
Abu Bakar menangis dari pagi hingga malam. — di Jabal Rahmah , Arafah. Alam
Semesta Ikut Menangis Kisah tentang Abu Bakar menangis itu kemudian sampai
kepada para sahabat yang lain. Lalu berkumpullah para sahabat di hadapan rumah
Abu Bakar, dan mereka berkata: “Wahai Abu Bakar, apakah yang telah membuat
engkau menangis seperti ini? Bukankah, seharusnya engkau gembira sebab agama
kita telah sempurna.” Mendengar pertanyaan dari para sahabat tersebut, Abu
Bakar pun berkata : “Wahai para sahabatku, kalian tidak tahu tentang musibah
yang akan menimpa kita. Tidakkah engkau tahu, saat suatu perkara itu sempurna,
akan terlihat kekurangannya. Karena itu dengan turunnya ayat tersebut suatu
pertanda telah datang waktu yang sangat menyedihkan, yaitu sebentar lagi kita
akan berpisah dengan Rasulullah SAW. Fatimah menjadi yatim dan para isteri Nabi
menjadi janda.” Setelah mereka mendengar penjelasan Abu Bakar, sadarlah mereka
akan kebenaran kata-kata Abu Bakar. Mereka pun menangis dengan
sekencang-kencangnya. Tangisan mereka itu kemudian didengar oleh sahabat-sahabat
lainnya, lantas mereka pun memberitahu Rasullah tentang apa yang terjadi.
Berkatalah salah seorang dari sahabat : “Ya, Rasulullah, kami baru pulang dari
rumah Abu Bakar dan kami melihat banyak orang sedang menangis dengan suara kuat
di rumah beliau.” Ketika Rasulullah SAW mendengar keterangan dari para sahabat
itu, berubahlah air muka Beliau dan bergegas menuju ke rumah Abu Bakar. Setelah
sampai di rumah Abu Bakar, Beliau melihat semua menangis dan Beliau pun
bertanya : “Wahai para sahabatku, kenapa kalian menangis?” Ali bin Abi Thalib
berkata : “Ya, Rasulullah, Abu Bakar mengatakan bahwa dengan turunnya ayat ini
membawa tanda bahwa waktu wafatmu telah dekat. Adakah ini benar ya Rasulullah?”
Lalu Rasulullah berkata : “Semua yang dikatakan Abu Bakar adalah benar dan
sesungguhnya waktuku untuk meninggalkan kalian semua sudah dekat.” Setelah Abu
Bakar mendengar pengakuan Rasulullah SAW, ia justru menangis sekuat tenaga,
sampai ia jatuh pingsan. Sementara Ali bergetar kemudian terkapar tubuhnya.
Para sahabat lain pun menangis dengan sekuat-kuat yang mereka mampu. Sehingga
gunung-gunung, batu-batu, semua malaikat yang di langit, cacing-cacing yang
menggeliat di bumi dan semua binatang, baik yang di darat maupun di laut turut
menangis. Kemudian Rasulullah bersalaman dengan para sahabat satu persatu dan
berwasiat kepada mereka. Jangka waktu Rasulullah SAW hidup setelah turunnya
ayat (QS.5 Al Maidah ayat : 3) tersebut, ada yang mengatakan 81 hari, ada yang
mengatakan Beliau hidup 50 hari, ada yang mengatakan hidup selama 35 hari dan
ada pula yang mengatakan bahwa beliau hidup 21 hari. Pada saat ajal Rasulullah
SAW sudah dekat, Beliau menyuruh Bilal adzan untuk mengerjakan salat. Lalu
berkumpullah para Muhajirin dan Anshar di Masjid Rasulullah. Kemudian Beliau
menunaikan salat dua rakaat bersama semua yang hadir. Setelah selesai salat,
Beliau bangkit lalu naik ke atas mimbar, seraya berkata : “Alhamdulillah, wahai
para muslimin, sesungguhnya saya adalah seorang nabi yang diutus dan mengajak
manusia kepada jalan Allah dengan izin-Nya. Saya ini adalah saudara kandung
kalian, kasih sayangku pada kalian seperti seorang ayah pada anaknya. Oleh
karena itu kalau ada siapapun di antara kalian yang mempunyai hak untuk
menuntut, maka hendaklah ia berdiri dan membalasku, sebelum saya dituntut di
hari kiamat.” Rasulullah berkata demikian sebanyak 3 kali, kemudian bangkitlah
seorang lelaki bernama ‘Ukasyah bin Muhshan dan berkata : “Demi ayahku dan
ibuku ya, Rasulullah SAW, kalau anda tidak mengumumkan kepada kami berkali-kali
soal ini, sudah tentu saya tidak mau mengemukakan hal ini.” Lalu ‘Ukasyah
berkata lagi : “Sesungguhnya dalam Perang Badar saya turut bersamamu ya
Rasulullah, pada saat itu saya mengikuti onta Anda dari belakang. Setelah
dekat, saya pun turun menghampiri Anda dengan tujuan supaya saya dapat mencium
paha Anda. Tetapi Anda telah mengambil tongkat dan memukul onta Anda untuk
berjalan cepat. Pada saat itu saya pun Anda pukul dan pukulan itu mengenai
tulang rusuk saya. Oleh karena itu saya ingin tahu, apakah Anda sengaja memukul
saya atau hendak memukul onta tersebut.” Rasulullah berkata : “Wahai ‘Ukasyah,
saya sengaja memukul engkau.” Kemudian Rasulullah SAW berkata kepada Bilal:
“Wahai Bilal, pergilah engkau ke rumah Fatimah dan ambilkan tongkatku.” Saat
keluar dari masjid menuju rumah Fatimah, ia meletakkan tangannya di atas kepala
seraya berkata : “Rasulullah SAW telah mempersiapkan dirinya untuk dibalas (di
qishash).” Ketika Bilal sampai di rumah Fatimah, Bilal memberi salam dan
mengetuk pintu. Kemudian Fatimah menyahut dengan berkata : “Siapakah yang ada
di pintu?” Bilal menjawab : “Saya Bilal, saya telah diperintah Rasulullah untuk
mengambil tongkat Beliau.” Kemudian Fatimah berkata : “Wahai Bilal untuk apa
ayahku minta tongkatnya.” Berkata Bilal : “Wahai Fatimah Rasulullah telah
menyiapkan dirinya untuk di qishash.” Fatimah berkata lagi : “Wahai Bilal
siapakah manusia yang sampai hati mengqishash Rasulullah SAW?” Pembelaan Para
Sahabat Setelah Rasulullah SAW menerima tongkat tersebut dari Bilal, beliau pun
menyerahkan pada ‘Ukasyah. Melihat kejadian mengharukan ini, Abu Bakar dan Umar
bin Khattab tampil ke hadapan sambil berkata : “ ‘Ukasyah janganlah engkau
qishash Baginda Nabi, tetapi engkau qishashlah kami berdua.” Ketika Rasulullah
SAW mendengar kata-kata Abu Bakar dan Umar, dengan segera Beliau berkata :
“Wahai Abu Bakar, Umar, duduklah engkau berdua, sesungguhnya Allah SWT telah
menetapkan tempatnya untuk engkau berdua.” Kemudian Ali berdiri, lalu berkata :
“Wahai ‘Ukasyah! Aku adalah orang yang senantiasa berada di samping Rasulullah
SAW, oleh karena itu, engkau pukullah aku dan janganlah engkau mengqishash
Rasulullah.” Lalu Rasulullah SAW berkata : “Wahai Ali, duduklah engkau,
sesungguhnya Allah SWT telah menetapkan tempatmu dan mengetahui isi hatimu.”
Setelah itu Hasan dan Husein berdiri dan berkata : “Wahai ‘Ukasyah, bukankah
engkau tahu bahwa kami ini adalah cucu Rasulullah, kalau engkau mengqishash
kami sama dengan engkau mengqishash Rasulullah SAW.” Mendengar kata-kata dari
cucunya, Rasulullah SAW pun berkata : “Wahai buah hatiku, duduklah engkau
berdua.” Berkata Rasulullah SAW : “Wahai ‘Ukasyah pukullah saya kalau engkau
hendak memukul.” Kemudian ‘Ukasyah berkata : “Ya, Rasulullah SAW, Anda telah
memukul saya sewaktu saya tidak memakai baju.” Lantas, Rasulullah pun membuka
baju. Setelah Beliau membuka baju, menangislah semua yang hadir. Setelah
‘Ukasyah melihat tubuh Rasulullah SAW, ia pun mencium Beliau dan berkata :
“Saya tebus Anda dengan jiwa saya, ya Rasulullah SAW. Siapakah yang sanggup
memukul Anda? Saya melakukan ini karena saya ingin menyentuh (memeluk) tubuh
Anda yang dimuliakan oleh Allah SWT dengan badan saya. Dan semoga Allah SWT
menjaga saya dari neraka atas kehormatanmu.” Kemudian Rasulullah SAW berkata :
“Dengarlah engkau sekalian, sekiranya engkau hendak melihat ahli surga, inilah
orangnya.” Kemudian semua para sahabat bersalam-salaman atas kegembiraan mereka
terhadap peristiwa yang sangat genting itu. Setelah itu para sahabat pun
berkata : “Wahai ‘Ukasyah, inilah keuntungan yang paling besar bagimu, engkau
telah memperoleh derajat tinggi dan bertemankan Rasulullah SAW dalam surga.”
Sebelum malaikat Izrail diperintah Allah SWT untuk mencabut nyawa Nabi Muhammad
SAW, Allah SWT berpesan kepada malaikat Jibril. “Hai Jibril, jika kekasih-Ku
menolaknya, laranglah Izrail melakukan tugasnya!” Sungguh berharganya manusia
yang satu ini yang tidak lain adalah Nabi Muhammad SAW. Di rumah Nabi Muhammad
SAW, Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan
salam. “Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk
sambil berkata, “Maafkanlah, ayahku sedang demam” kata Fatimah yang membalikkan
badan dan menutup pintu. Kemudian Fatimah kembali menemani Nabi Muhammad SAW
yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, “Siapakah itu wahai
anakku?”. “Tak tahulah ayahku, sepertinya orang baru, karena baru sekali ini
aku melihatnya” tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya dengan
pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya
itu hendak dikenang. “Ketahuilah wahai anakku, dialah yang menghapuskan
kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah
malaikatul maut” kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakan tangisnya.
Malaikat maut pun datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril
tidak ikut bersama menyertainya. Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya
sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah SWT dan penghulu
dunia ini. “Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?” Tanya
Rasululllah dengan suara yang amat lemah. “Pintu-pintu langit telah terbuka,
para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti
kedatanganmu” kata malaikat Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuat Rasulullah
lega, matanya masih penuh kecemasan. “Engkau tidak senang mendengar khabar
ini?” Tanya Jmalaikat ibril lagi. “Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku
kelak?” “Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar bahwa Allah
berfirman kepadaku: Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad
telah berada di dalamnya” kata malaikat Jibril. Detik-detik semakin dekat,
saatnya malaikat Izrail melakukan tugasnya. Perlahan ruh Rasulullah ditarik.
Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.
“Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini.” Perlahan Rasulullah mengaduh.
Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril
memalingkan muka. “Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu
Jibril?” Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. “Siapakah yang
sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal” kata Jibril. Sebentar kemudian
terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi. “Ya
Allah, dahsyat sekali maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku,
jangan pada umatku” Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak
bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali
mendekatkan telinganya. “Uushiikum bis-shalaati, wamaa malakat aimaanukum (peliharalah
shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu)”. Di luar, pintu tangis
mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan
tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah
yang mulai kebiruan. “Ummatii, ummatii, ummatiii! (Umatku, umatku, umatku)”.
Dan, berakhirlah hidup manusia yang paling mulia yang memberi sinaran itu.
Allaahumma sholli ‘alaa Muhammad wa’alaihi wasahbihi wasallim. Ya Allah,
Berikanlah untuk Muhammad “al wasilah” (derajat) dan keutamaan. Dan
tempatkanlah ia di tempat terpuji sebagaimana yang telah Engkau janjikan”.
Betapa mendalam cinta Rasulullah kepada kita ummatnya, bahkan diakhir
kehidupannya hanya kita yang ada dalam fikirannya. Sakitnya sakaratul maut itu
tetapi sedikit sekali kita mengingatnya bahkan untuk sekedar menyebut namanya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar